K3 (KEAMANAN DAN KESELAMATAN
KERJA) DAN
B3 (BAHAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN)
KIMIA ANALITIK
KATA PENGANTAR
Puji dan
Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dengan izin dan
ridha-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “K3 (Keamanan dan Keselamatan Kerja)” dapat
terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini Penulis susun demi memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analitik.
Selanjutnya
ucapan terima kasih dan penghargaan Penulis sampaikan kepada dosen pengasuh
mata kuliah Kimia Analitik yaitu Ibu Tri
Harningsih, S.Si, M.Si. dan kepada seluruh sahabat-sahabat seperjuangan yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam
penyusunan makalah ini, Penulis menyadari berbagai kelemahan, kekurangan
dan keterbatasan yang ada, sehingga tetap terbuka kemungkinan terjadinya
kekeliruan dan kekurangan disana sini dalam penulisan dan penyajian makalah
ini. Oleh Karena itu, dengan tangan terbuka, seraya kasih, Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca dalam rangka
penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya,
kepada Tuhan YME jualah Penulis menyerahkan diri dan
memohon taufik hidayah-Nya, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Amin.
Surakarta, Mei 2015
Penulis
DAFRTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar ............................................................................................................... ii
Daftar isi ........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah................................................................................... 1
B.
Rumusan
masalah............................................................................................ 2
C.
Tujuan
penulisan masalah................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
K3 dan B3 .................................................................................
B. Penerapan K3 dalam laboratorium ..............................................................
Manajemen Laboratorium ...........................................................................
Peraturan kerja di laboratorium ...................................................................
Penanggulangan Kecelakaan .......................................................................
Ventilasi dan Lemari Asam .........................................................................
C. Penggolongan B3 ........................................................................................
D. Pengelolaan B3 ............................................................................................
Pengorganisasian (organizing) .....................................................................
Pelaksanaan (Actuating) .............................................................................
Pengendalian (Controlling) .........................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................
B. Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pelaksanaan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak
saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang
membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam
bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam
kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Limbah adalah buangan
yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik(rumah
tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia
Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas
tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama
bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya
keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik
limbah. Karakteristik limbah dipengaruhi oleh ukuran partikel (mikro), sifatnya
dinamis, penyebarannya luas dan berdampak panjang atau lama. Sedangkan kualitas
limbah dipengaruhi oleh volume limbah, kandungan bahan pencemar dan frekuensi
pembuangan limbah.
Berdasarkan
karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 yaitu limbah
cair, limbah padat, limbah gas dan partikel serta limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun) Untuk mengatasi limbah diperlukan pengolahan dan penanganan
limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi: pengolahan
menurut tingkatan perlakuanpengolahan menurut karakteristik limbah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian K3 dan B3?
2. Bagaimana penerapan K3 dalam laboratorium?
3. Bagaimanakah penggolongan B3 di
laboratorium?
4. Bagaimana cara pelolaan B3 dalam
laboratorium?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian K3 dan B3.
2.
Untuk
mengetahui penerapan K3 di laboratorium.
3.
Untuk
mengetahui penggolongan B3 di laboratorium.
4.
Untuk
mengetahui cara pengelolaan B3 di laboratorium.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian K3 dan B3
Keselamatan kerja di
laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di laboratorium.
Keselamatan kerja tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti
menyiapkan pedoman kerja, baik untuk tindakan pencegahan maupun penanggulangan
kecelakaan, menyediakan perlengkapan keselamatan secara lengkap, dan
meningkatkan pengetahuan pekerja (laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui
pelatihan-pelatihan dan orientasi keselamatan kerja di laboratorium (Gunawan
dan Prasuad, 2004).
Dalam pasal 86 UU No.13
tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.
Untuk mengantisipasi
permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya
yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak
memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut
adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang
lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut
juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat
diartikan semua bahan atau senyawa baik padat, cair, maupun gas yang mempunyai
potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat
yang dimiliki senyawa tersebut. Limbah B3 umumnya mengandung berbagai macam
unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun sehingga
berbahaya bagi manusia menurut peraturan (PP) Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan
bahwa limbah laboratorium termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun.
Menurut PP 74/2001: ‘bahan
berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya
dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya’ (pasal 1 angka1).
Sedangkan sasaran
pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi resiko dampak B3 terhadap lingkungan
hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya’ (pasal 2). Pengertian
pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan
atau membuang B3’ (pasal 1 angka 2).
Dalam kegiatan
tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai dalam pengelolaan B3. Setiap mata rantai
tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan.
B.
Penerapan K3 di Laboratorium
Pedoman kerja di laboratorium dapat
berupa prosedur kerja dalam melakukan suatu percobaan kimia, aturan kerja dan
petunjuk pelaksanaan kerja di laboratorium.
Pedoman kerja berupa prosedur kerja mempunyai peranan penting dalam mewujudkan
keselaman kerja di laboratorium. Di dalam prosedur ini dapat diuraikan
persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum bekerja di laboratorium,
perlengkapan keselamatan kerja yang harus digunakan, serta cara-cara bekerja di laboratorium yang aman.
Manajemen Laboratorium
Menurut G.
Terry pelaksanaan manajemen dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
a. Perencanaan (Planning)
a. Perencanaan (Planning)
b. Organisasi (Organizing)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
a. Perencanaan (Planning)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan
yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di
laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi :
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
d. siapa yang mengerjakan
e. kapan harus dikerjakan
f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
d. siapa yang mengerjakan
e. kapan harus dikerjakan
f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang
pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya
menyebabkan resiko bahaya yang dapat terjadi dalam laboratorium makin besar.
Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani
secara serius oleh organisasi keselamatan kerja laboratorium.
Organisasi (Organizing)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium
dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah)
sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi
ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah
dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat
(nasional) dan tingkat daerah (wilayah), disamping
memberlakukan Undang- Undang Keselamatan Kerja.
Pelaksanaan (Actuating)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan
mendorong semangat
kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja
laboratorium sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu
setiap individu yang bekerja dalam laboratorium wajib mengetahui dan memahami
semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
laboratorium, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian
mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen
reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk
mengambil keputusan penyelesaiannya.
Pengawasan (Controlling)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil
yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. adanya rencana
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. adanya rencana
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah
sosialisasi tentang
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama dilaboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain :
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama dilaboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain :
1.
memantau dan
mengarahkan secara berkala praktek-praktek laboratorium yang
baik, benar dan aman.
2.
memastikan semua
petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam
laboratorium.
3.
melakukan
penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4.
mengembangkan sistem
pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium.
5.
melakukan tindakan
darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya
tersebut.
Peraturan kerja di
laboratorium
Berikut ini adalah beberapa
peraturan kerja apabila kita bekerja di dalam laboratorium :
1. Dilarang
bekerja sendirian di laboratorium, minimal ada asisten yang mengawasi.
2. Dilarang
bermain-main dengan peralatan laboratorium dan bahan Kimia.
3. Persiapkanlah
hal yang perlu sebelum masuk laboratorium seperti buku kerja, jenis percobaan, jenis bahan, jenis
perlatan, dan cara membuang limbah sisa percobaan.
4. Dilarang
makan, minum dan merokok di laboratorium.
5. Jagalah
kebersihan meja praktikum, apabila meja praktiukm basah segera keringkan dengan lap basah.
6. Jangan
membuat keteledoran antar sesama teman.
7. Pencatatan
data dalam setiap percobaan selengkap-lengkapnya. Jawablah pertanyaan pada penuntun praktikum untuk
menilai kesiapan anda dalam memahami
percobaan.
8. Berdiskusi
adalaha hal yang baik dilakukan untuk memahami lebih lanjut percobaan yang dilakukan (Tim Supervisi
Ditjen Dikti, 2002).
Dengan mengikuti
prosedur kerja, para pekerja dapat melakukan percobaan tahap demi tahap secara
benar sehingga percobaan akan berlangsung aman dan hasil percobaan yang
diperoleh akan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Untuk menanggulangi
(mencegah) risiko terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium kimia, perlu
dibuat aturan kerja dan petunjuk
pelakasaan kerja di laboratorium kimia. Potensi bahaya kebakaran memiliki
kebolehjadian terbesar di laboratorium kimia, maka pemantauan terhadap sarana
pemadam kebakaran mendapatkan prioritas utama.
Berikut ini adalah
beberapa cara untuk mencegah terjadinya kebakaran di laboratorium kimia:
1. Menyimpan
cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang mudah terbakar dalam
jumlah minimum.
2. Menutup
rapat wadah cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang mudah
terbakar, ketika sedang tidak digunakan.
3. Meminimalkan
sumber api yaitu dengan tidak merokok di laboratorium.
Pelatihan
dan orientasi mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium dan bagi
mahasiswa yang akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu diadakan
agar dapat bekerja dengan aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan
kerja di laboratorium. Materi pelatihan yang diberikan meliputi pengenalan
laboratorium dan tempat kerja, potensi bahaya
yang ada di laboratorium, perlengkapan keselamatan kerja serta cara-cara
bekerja yang aman (Gunawan dan Prasuad 2004).
Penanggulangan
Kecelakaan
Kecelakaan
adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan yang dapat menyebabkan luka atau
kerugian pada manusia atau benda. Walaupun prosedur
kerja telah dibuat dan
peralatan kerja tersedia lengkap, namun kecelakaan kerja terkadang masih bisa
terjadi.Untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi perlu dibuat prosedur
penanggulangannya. Berikut ini adalah prosedur penanggulangan kecelakaan kerja
(Ridwan,2004): prosedur penanggulangan
kecelakaan terkena bahan kimia dan prosedur penanggulangan kebakaran.
Prosedur
penanggulangan kecelakaan terkena bahan kimia, antara lain jangan panik;
mintalah bantuan kepada orang yang berada di dekat anda; beritahu
penanggungjawab laboratorium jika terjadi kecelakaan; bersihkan bagian yang
terkena bahan kimia dengan air yang mengalir; jika cairan berbahaya tersedot
(belum tertelan), segera muntahkan dan kumur-kumur dengan air bersih dalam
jumlah banyak. Selanjutnya minum larutan penetral racun seperti susu dan segera
berkonsultasi dengan dokter untuk mendapat perawatan medis; Jika zat tertelan
berikan zat penawar sesuai dengan jenis racun/ larutan yang terminum, seperti:
1. Asam:
diencerkan dengan minum banyak air diikuti dengan air sadah atau susu.
2. Kaustik
alkalis: dilarutkan dengan minum banyak air diikuti dengan minum cuka, lemon atau jus jeruk atau larutan asam
laktat/ asam sitrat. Bisa juga dengan
minum susu.
3. Garam-garam
dari logam berat : berikan susu atau putih telur.
4. Senyawa
arsenik atau merkuri : berikan segera obat pemuntah satu sendok teh garam atau
ZnSO4 dalam segelas air panas.
Penanganan kecelakaan
akibat tumpahan zat kimia, antara lain:
1. Apabila
terkena mata : dicuci dengan air dalam jumlah besar selama 15 menit,
selanjutnya berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh perawatan medis.
2. Apabila
terkena kulit : dicuci dengan air yang banyak dan secepatnya.
Apabila
tumpahan mengenai tubuh dalam jumlahbesar, segera bilas tubuh dengan air
pancuran dalam jumlah besar. Lepaskan pakaian yang terkena senyawa kimia pada
saat membilas tubuh. Jangan melepaskan melalui
muka. Bila terdapat bagian tubuh yang terkena, segera bilas dengan air dingin
selama 15 menit. Bila rasa sakit muncul, cuci daerah tersebut dengan sabun bayi
atau air. Jangan menggunakan penetralisir, cream, atau lotion. Segera bawa
korban ke rumah sakit. Prosedur penanggulangan kebakaran: jangan panik; ambil
alat pemadam api dan padamkan api; beritahukan ke petugas laboratorium; amankan
barang dan dokumen penting; matikan semua peralatan; hubungi petugas pemadam
kebakaran bila api membesar.
Ventilasi dan Lemari
Asam
Ventilasi
yang baik sangat penting untuk melindungi semua orang yang bekerja di
laboratorium terhadap kontak singkat dengan bahan-bahan berbahaya danberacun.
Ventilasi juga sama pentingnya untuk melindungi dari berbagai uap, aerosol,
atau asap beracun bagi para peneliti, pengelola dan pegawai laboratorium yang
dalam waktu lama bekerja di laboratorium. Salah satu perangkat ventilasi yang
penting terdapat di dalam laboratorium kimia adalah lemari asam.
Lemari
asam adalah tempat dengan ventilasi yang cukup untuk melakukan berbagai
aktivitas yang berhubungan dengan bahan kimia, sehingga lingkungan
sekitarnya tidak ikut
terkontaminasi oleh uap, asap dan aerosol berbahaya yang dihasilkan dalam
reaksi. Suatu lemari asam yang berfungsi baik harus memiliki
kecepatan penarikan
udara 50-80 m/s. Agar lemari asam bekerja lebih efisien, sebaiknya lemari asam
ditempatkan lebih dari 7 m dari pintu atau jendela dan
jauh dari tempat
lalu-lalang orang di laboratorium. Lemari asam tidak boleh digunakan sebagai
tempat penyimpanan bahan kimia atau barang lainnya, karena akan mengurangi
efisiensi daya ventilasi lemari asam, disamping menciptakan pula situasi tidak
aman bagi orang yang bekerja dalam lemari asam (Wahyuningrum, 2004).
Penataan
fasilitas laboratorium menurut Gunawan dan Prasuad (2004) mempunyai peranan
penting dalam mewujudkan keselamatan dan kelancaran kerja di laboratorium.
Laboratorium umumnya memiliki bahan dan peralatan yang cukup beragam baik dari
segi jenis maupun potensi bahayanya. Bila pengolahan dan penataannya tidak
dilakukan dengan baik, maka akan dapat merugikan kesehatan pekerja maupun
lingkungannya bahkan dapat menyebabkan kematian.
Untuk
dapat mengelola bahan kimia dan peralatan dengan baik, maka setiap bahan dan
peralatan yang ada di laboratorium harus diinventarisasi, diketahui
klasifikasinya dan
ditata dengan benar. Inventarisasi bahan kimia dapat meningkatkan keamanan dan
kelancaran kegiatan di laboratorium. Setiap bahan kimia yang ada di
laboratorium harus didata secara cermat. Pendataan dapat dilakukan dengan
mencatat beberapa informasi penting dari bahan kimia seperti nama bahan, rumus
kimia, kemurnian, jenis, dan kuantitasnya.
Selain
bahan kimia, peralatan yang digunakan di laboratorium juga mengandung potensi
bahaya. Peralatan gelas misalnya merupakan alat yang mudah pecah yang dapat
melukai tubuh bila tidak digunakan secara hati-hati. Peralatan listrik memiliki
potensi bahaya sengatan arus listrik. Berikut ini adalah tata cara penataan
bahan kimia dan peralatan laboratorium (Gunawan dan Prasuad 2004).
Penempatan
bahan kimia yang tepat akan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Bahan
kimia dapat ditata di tempat penyimpanan berdasarkan potensi bahayanya,
misalnya bahan beracun, korosif, mudah meledak, mudah terbakar. Selain itu,
dalam penataan bahan juga perlu memperhatikan jenis bahayanya misalnya padat,
cair atau gas. Sebagai contoh bahan perklorat dan nitrat merupakan bahan
oksidator yang mudah meledak. Bila bereaksi dengan bahan organik, maka dapat
menghasilkan ledakan, sehingga dalam penyimpanannya kedua jenis bahan kimia ini
tidak boleh berdekatan. Gas metana dan padatan fosfor merupakan bahan yang
mudah terbakar sehingga harus ditempatkan jauh dari sumber panas.
Penempatan
peralatan dapat dilakukan berdasarkan jenisnya. Peralatan yang mudah pecah
seperti tabung reaksi, gelas ukur dan peralatan gelas lainnya sebaiknya
ditempatkan dalam lemari tersendiri. Beberapa jenis peralatan gelas yang tidak
dapat berdiri dengan stabil perlu disimpan dengan pelindung kayu. Peralatan
listrik dan mekanik juga harus ditempatkan dalam tempat yang terpisah. Apabila menempatkan barang di
dalam rak, barang yang berat sebaiknya ditempatkan paling bawah dan barang
ringan di atas. Simpan barang dengan rapi dan cantumkan nama alat dan
jumlahnya.
C. Penggolongan
B3
B3 dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan beracun. Bahan
kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau
sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut
dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya.
Bahan
kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan,
tertelan, atau kontak melalui kulit. Bahan-bahan beracun dalam industri dapat digolongkan
seperti dalam Tabel 1.
Kekuatan racun (toksisitas) dari suatu
bahan kimia dapat diketahui berdasarkan angka LD50 (Lethal Dose 50)
yaitu dosis (banyaknya zat racun yang diberikan kepada sekelompok binatang
percobaan sehingga menimbulkan kematian pada 50% dari binatang tersebut. LD50 biasanya
dinyatakan dalam satuan bobot racun persatuan bobot binatang percobaan, yaitu
mg/Kg berat badan. Makin kecil angka LD50 makin toksik zat tersebut.
Klasifikasi toksisitas zat kimia berdasarkan LD50 dan contoh-contohnya
ditunjukkan dalam Tabel 2.
Secara umum bahan tersebut dapat
digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu :
1. Bahan mudah terbakar (Flammable Substance):
yaitu bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran.
Kebakaran dapat terjadi bila ada 3 unsur bertemu yaitu bahan, oksigen, dan
panas.
2. Bahan mudah meledak (Explosives):
yaitu bahan kimia padat, cair atau campuran keduanya yang karena suatu reaksi
kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar disertai suhu
tinggi sehingga dapat menimbulkan ledakan. Selain itu juga termasuk bahan yang
karena struktur kimianya tidak stabil dan reaktif sehingga mudah meledak.
3. Bahan reaktif terhadap air/ asam:
yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air disertai pengeluaran
panas dan gas yang mudah terbakar, dan disertai ledakan. Bahan yang reaktif
terhadap air juga reaktif terhadap asam, dimana reaksi yang terjadi adalah eksothermis
dan menghasilkan gas yang mudah terbakar, sehingga dapat menimbulkan ledakan.
4. Bahan beracun: yaitu bahan kimia
yang dalam konsentrasi tertentu akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
terhadap manusia.
5. Gas bertekanan: yaitu gas yang
disimpan dalam tekanan tinggi baik gas yang ditekan , gas cair, atau gas yang
dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.
Penggolongan
bahan berbahaya, jenis dan contohnya dapat dilihat seperti Tabel 3 .
D.
Pengelolaan
B3
Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian
untuk mengelola B3 meliputi penetapan tugas dan wewenang personil pengelola,
pemakai, dan pengawas. Dalam pengorganisasian perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak yang
berkepentingan dengan B3 tersebut. Selain itu juga dilakukan penetapan
persyaratan penyimpanan B3 dimana setiap jenis bahan memiliki syarat
penyimpanan tertentu. Persyaratan tersebut dapat dilihat pada Tabel
Dalam
penyimpanan B3 harus diketahui sifat-sifat berbagai jenis bahan kimia
berbahaya, dan juga perlu memahami reaksi kimia akibat interaksi dari
bahan-bahan yang disimpan. Interaksi dapat berupa tiga hal yaitu :
1.
Interaksi
antara bahan dan lingkungannya.
Contoh:
panas/percikan api yang dapat menimbulkan kebakaran dan ledakan terutama untuk zat yang mudah
terbakar dan mudah meledak seperti pelarut organik dan peroksida.
2.
Interaksi
antara bahan dan wadah.
Contoh:
Beberapa bahan kimia yang amat korosif, seperti asam sulfat, asam khlorida,
natrium hidroksida, dapat merusak wadahnya. Kerusakan ini menyebabkan interaksi
antar bahan sehingga menimbulkan reaksi-reaksi berbahaya seperti kebakaran,
ledakan atau menimbulkan racun.
3.
Interaksi
antar bahan.
Contoh:
Interaksi antara zat oksidator dan reduktor dapat menimbulkan ledakan dan kebakaran,
sedangkan interaksi antara asam dan garam dapat menimbulkan gas beracun. Oleh
karena itu beberapa bahan yang mungkin bereaksi harus dipisahkan dalam
penyimpanannya.
Pelaksanaan
(Actuating)
Pelaksanaan
setiap kegiatan mulai dari pengelolaan (penyimpanan), pemakaian dan pengawasan
harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur harus digunakan
untuk setiap kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan B3 oleh semua personil,
baik sebagai pengelola, pemakai maupun pengawas. Prosedur yang telah ditetapkan
harus telah teruji dan mengacu pada informasi yang telah ada pada setiap bahan
kimia. Informasi ini biasanya tercantum pada label yang menjelaskan 4 hal
terpenting, yaitu :
1.
Nama
bahan dan formula
2.
Bentuk
fisik yakni gas, cair, atau padat
3.
Sifat
fisik, yakni titik didih, titik lebur, berat jenis, tekanan uap, dan lain-lain
4.
Sifat
kimia dan bahaya yakni korosif, mudah terbakar, beracun dan lain-lain.
Untuk
tujuan praktis, maka bahan bahan kimia berbahaya dibagi dalam tiga kelompok
besar yaitu :
1.
Bahan
beracun dan korosif
2.
Bahan
mudah terbakar
3.
Bahan
kimia reaktif
Penanganan B3 ini berdasarkan
jenis bahan dapat dilihat seperti dalam Tabel 5.
Selain
itu dalam melakukan kegiatan penanganan B3 harus tercatat dalam suatu rekaman
sehingga mudah untuk mengetahui status dan keberadaannya serta mudah untuk
dilakukan penelusuran.
Ikuti
panduan umum ini saat menyimpan bahan kimia dan peralatan bahan kimia:
1. Sediakan
tempat penyimpanan khusus untuk masing-masing bahan kimia dan kembalikan bahan kimia ke
tempat itu setelah digunakan.
2. Simpan
bahan dan peralatan di lemari dan rak khusus penyimpanan.
3. Amankan
rak dan unit penyimpanan lainnya. Pastikan rak memiliki bibir pembatas di bagian depan agar wadah
tidak jatuh. Idealnya, tempatkan wadah
cairan pada baki logam atau plastik yang bisa menampung cairan jika wadah rusak. Tindakan
pencegahan ini utamanya penting di kawasan
yang rawan gempa bumi atau kondisi cuaca ekstrem lainnya.
4. Hindari
menyimpan bahan kimia di atas bangku, kecuali bahan kimia yang sedang digunakan. Hindari juga
menyimpan bahan dan peralatan di
atas lemari. Jika terdapat sprinkler, jaga jarak bebas minimal 18 inci dari kepala sprinkler.
5. Jangan
menyimpan bahan pada rak yang tingginya lebih dari 5 kaki (~1,5 m).
6. Hindari
menyimpan bahan berat di bagian atas.
7. Jaga
agar pintu keluar, koridor, area di bawah meja atau bangku, serta area peralatan keadaan darurat tidak
dijadikan tempat penyimpanan peralatan
dan bahan.
8. Labeli
semua wadah bahan kimia dengan tepat. Letakkan nama pengguna dan tanggal penerimaan pada
semua bahan yang dibeli untuk membantu
kontrol inventaris.
9. Hindari
menyimpan bahan kimia pada tudung asap kimia, kecuali bahan kimia yang sedang digunakan.
10. Simpan
racun asiri (mudah menguap) atau bahan kimia pewangi pada lemari berventilasi. Jika bahan
kimia tidak memerlukan lemari berventilasi,
simpan di dalam lemari yang bisa ditutup atau rak yang memiliki bibir pembatas di bagian depan.
11. Simpan cairan yang mudah terbakar di lemari
penyimpanan cairan yang mudah
terbakar yang disetujui.
12. Jangan
memaparkan bahan kimia yang disimpan ke panas atau sinar matahari langsung.
13. Simpan
bahan kimia dalam kelompok-kelompok bahan yang sesuai secara terpisah yang disortir
berdasarkan abjad.
14. Ikuti semua tindakan pencegahan terkait penyimpanan
bahan kimia yang tidak sesuai.
15. Berikan tanggung jawab untuk fasilitas penyimpanan
dan tanggung jawab lainnya di atas kepada satu penanggung jawab
utama dan satu orang cadangan. Kaji
tanggung jawab ini minimal setiap tahun.
Pengendalian
(Controlling)
Pengendalian
dalam manajemen B3 dapat dilakukan dengan inspeksi, audit maupun pengujian
mulai dari perencanaan, hingga pelaksanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh
manajemen yang memiliki tugas pengawasan terhadap seluruh kegiatan organisasi
maupun oleh manajemen yang lebih tinggi terhadap manajemen di bawahnya sebagai
pengawasan melekat, sehingga segala sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan B3
berjalan sesuai dengan kebijakan dan peraturan/prosedur yang telah ditetapkan.
Setelah
selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang
digunakan hendaknya
dibuang pada tempat yang disediakan, jangan langsung
dibuang ke pembuangan
air kotor (wasbak) karena dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan. Limbah zat organik harus
dibuang secara terpisah pada tempat yang tersedia
agar dapat didaur ulang, limbah padat harus dibuang terpisah karena dapat menyebabkan penyumbatan. Limbah cair
yang tidak berbahaya dapat langsung
dibuang tetapi harus
diencerkan dengan air secukupnya.
1. Buanglah
limbah sisa bahan kimia
setelah selesai pengamatan.
2. Buanglah
limbah sesuai dengan kategori berikut :
a. Limbah
cair yang tidak larut dalam air dan limbah beracun harus dikumpulkan dalam botol penampung. Botol
ini harus tertutup dan diberi
label yang jelas.
b. Limbah
padat seperti kertas saring, lakmus, korek api, dan pecahan kaca dibuang pada tempat sampah.
c. Sabun,
deterjen dan cairan tidak berbahaya dalam air dapat dibuang langusng melalui saluran air kotor dan
dibilas dengan air secukupnya.
3.
Gunakan zat kimia secukupnya.
Prinsip pembuangan dan
pengelolaan limbah laboratorium, antara lain:
1. Sebagian
besar bahan kimia tidak diperbolehkan langsung dibuang ke dalam sistem
pengairan atau tempat pembuangan sampah.
2. Bahan
kimia tertentu (seperti asam dan basa) dapat dibuang ke dalam sistem pengairan,
tetapi sebelumnya harus dinetralisasi kemudian dialirkan dengan air yang cukup
ke dalam sistem pengairan.
3. Limbah
pelarut dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan cara menguapkan di dalam lemari
asam.
4. Asam
dan basa dapat dibuang ke sistem pengairan di bawah kondisi tertentu. Jika asam
atau basa tidak mengandung logam berat yang terlarut, asam dan basa dapat
dinetralisasi dan kemudian dialirkan ke dalam sistem pengairan dengan air
secukupnya. Asam dapat dinetralkan dengan natrium bikarbonat (baking soda)
atau natrium karbonat (soda ash). Basa dapat dinetralkan dengan asam
asetat (cuka).
5. Eter
bersifat sangat mudah menyala. Tidak diperbolehkan merokok atau mendekatkan
sumber api di dekat eter. Eter dapat bereaksi dengan udara membentuk peroksida
yang mudah meledak, sehingga eter tidak boleh disimpan dalam botol gelas,
tetapi disimpan dalam wadah logam untuk mencegah terbentuknya peroksida. Untuk
membuang eter dalam jumlah sedikit, dapat diuapkan
di lemari asam (Black dan Chris 1997).
6. Pada
pembuangan limbah padat, tidak boleh dicampur dengan limbah cair.
7. Beberapa
bahan kimia tidak boleh bercampur (disatukan) satu sama lainnya dalam satu
wadah pembuangan limbah. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi kimia di
antara bahan kimia tersebut, menghasilkan reaksi nyala segera setelah bahan
kimia tersebut bercampur atau mengemisikan gas beracun. Berikut ini adalah
beberapa bahan kimia yang tidak boleh bercampur satu
sama lainnya dalam satu wadah (Black dan Chris 1997):
1) Ammonia
dengan halogen; Asam nitrat dengan asam asetat; Asam nitrat dengan asam sulfat.
2) Etil
asetat dengan basa kuat; Etilena glikol dengan asam sulfat; 1-butanol dengan
asam kuat; Kalium permanganat dengan asam sulfat, gliserol, etilena glikol, benzaldehid.
3) Hidrogen
peroksida dengan asam asetat, aseton, asam nitrat, asam sulfat, natrium.
8. Beberapa
bahan kimia dengan kategori yang kompatibel dapat disatukan dalam satu wadah
pembuangan limbah, di antaranya adalah (University Safety Services 2006): Pelarut organik
yang dapat menyala (aseton, metanol,
etanol, toluena, ksilena, asetonitril, benzena); Pelarut halogen (halotan, metilen klorida, kloroform,
karbon tetraklorida, trikloroetana, trikloroetilena); Asamasam organik (asam
format, asam asetat, asam propionat).
9. Tidak
semua bahan kimia aman (diperbolehkan) dibuang ke dalam sistem pengairan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keselamatan kerja di
laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di laboratorium.
Keselamatan kerja tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti
menyiapkan pedoman kerja, baik untuk tindakan pencegahan maupun penanggulangan
kecelakaan, menyediakan perlengkapan keselamatan secara lengkap, dan
meningkatkan pengetahuan pekerja (laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui
pelatihan-pelatihan dan orientasi keselamatan kerja di laboratorium (Gunawan
dan Prasuad, 2004).
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat
diartikan semua bahan atau senyawa baik padat, cair, maupun gas yang mempunyai
potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat
yang dimiliki senyawa tersebut. Limbah B3 umumnya mengandung berbagai macam
unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun sehingga
berbahaya bagi manusia menurut peraturan (PP) Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan
bahwa limbah laboratorium termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun.
Pelatihan dan orientasi
mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium dan bagi mahasiswa yang
akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu diadakan agar dapat
bekerja dengan aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja di
laboratorium. Materi pelatihan yang diberikan meliputi pengenalan laboratorium
dan tempat kerja, potensi bahaya yang
ada di laboratorium, perlengkapan keselamatan kerja serta cara-cara bekerja
yang aman (Gunawan dan Prasuad 2004).
Menurut G. Terry pelaksanaan manajemen dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
a. Perencanaan (Planning)
b. Organisasi (Organizing)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
B3 dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan beracun. Bahan
kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau
sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut
dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya.
Bahan kimia beracun adalah bahan
kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia
apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan, tertelan, atau kontak melalui
kulit.
Pengelolaan
limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dapat dilakukan dalam beberapa tahapan,
yaitu :
a.
Pengorganisasian (organizing)
b.
Pelaksanaan (Actuating)
c.
Pengendalian (Controlling)
Setelah
selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang
digunakan hendaknya
dibuang pada tempat yang disediakan, jangan langsung dibuang ke pembuangan air kotor (wasbak)
karena dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan.
Limbah zat organik harus dibuang secara terpisah pada tempat yang tersedia agar dapat didaur ulang, limbah
padat harus dibuang terpisah karena dapat menyebabkan
penyumbatan. Limbah cair yang tidak berbahaya dapat langsung dibuang tetapi harus diencerkan dengan
air secukupnya.
B. Saran
Masih ada
beberapa sumber yang mengambil dari internet. Diharapkan untuk ke depanya
mengambil sumber dari jurnal, buku, teks book atau e-book. Semoga pada
penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Adjaarm, Zulkarnain. 1991. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Bahan-bahan Berbahaya dan Beracun. Batan : Lokakarya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Black,
C & Chris, S. (1997). Hazardous waste disposal. Diambil pada 30
Januari 2006 dari http://www.sierranevada.edu/ life/safety/arthaz.htm#solvents
Department of Chemistry,
University of Maine. 2005. Standard
operating guidelines. Diambil pada 30 Mei 2015 dari http://chemistry.umeche.maine.edu/safety/guide.html
Gunawan, W. &
Prasuad.2004.
Keselamatan kerja di laboratorium. Dalam: Workshop Pengelolaan
Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia; Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta:
Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Harjanto,
Nur Tri, dkk. 2008. Identifikasi Potensi Bahaya Non Radiasi di Instalasi
Radiometalurgi. Batan : Prosiding
hasil-hasil penelitian EBN tahun 2008, ISSN 0854-5561, PTBN-BATAN
Kartawira, J. 2004. Aspek Hukum dan Teknis Pengelolaan Pembuangan dan Pengolahan Limbah Laboratorium. Dalam: Workshop Pengelolaan
Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia;
Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Moran, Lisa, Tina Masciangioli. 2010. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Kimia Panduan Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak. [e-book]. Washington, DC : The National Academies Press
Ridwan,
A. 2004. Manajemen pengelolaan laboratorium untuk riset dan pelayanan
akademik mahasiswa dan
manajemen sumber daya manusia untuk pengelolaan laboratorium.
Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia;
Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Tim
Supervisi Ditjen Dikti. 2002. Bahan Ajar Pelatihan Manajemen
Laboratorium. Jakarta: Ditjen Dikti
Sugiwati, Sri. 2006. Studi Kelayakan Pengadaan dan Pengelolaan Fasilitas Laboratorium Kimia & Biokimia di FIK-UI. [Penelitian]. Universitas
Indonesia. Jakarta
Supardjoyo,
Bambang.
1991. Keselamatan Pemakaian Bahan
Peledak. Batan : Lokakarya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
University
Safety Services. 2006. Hazardous waste disposal. Diambil pada 30 Mei 2015 dari htttp://www.ucalgary.ca/~ucsafety/
waste/wasteproc.htm #overview
Wahyuningrum,
D. 2004. Pengenalan, penanganan dan pemeliharaan bahan dan peralatan laboratorium kimia.
Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se- Indonesia; Jakarta, 19-21 April
2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
LAMPIRAN
Simbol-simbol keselamatan di
laboratorium
artikel ini memberikan pengetahuan yang sangat lengkap, sangat bermanfaat
BalasHapuswww.sepatusafetyonline.com